Banda Aceh (ANTARA) - Sejumlah manuskrip asli peninggalan kesultanan Aceh Darussalam ditampilkan pada pameran "Kejayaan Peradaban Islam Dunia Melayu dan Dunia Islam” yang diselenggarakan Islamic Arts Museum Malaysia (IAMM) sepanjang Mei hingga Juni 2025.
"Alhamdulillah, warisan intelektual dan budaya Aceh kembali menorehkan kebanggaan di panggung internasional di Malaysia," kata Kolektor Manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid yang akrab disapa Cek Midi yang dihubungi dari Banda Aceh, Jumat.
Cek Midi merasa terharu dan bangga atas kehadiran nama Aceh dalam pameran bergengsi tersebut. Apalagi, posisinya terletak di pintu masuk galeri manuskrip, dan ini mencerminkan kehebatan peradaban endatu Aceh.
Dirinya menyebutkan, salah satu koleksi utama yang dipamerkan adalah Tajus Salatin, sebuah kitab klasik asal Aceh yang dikenal luas sebagai ensiklopedia tata negara dalam tradisi Islam-Melayu.
"Kitab ini menggambarkan kedalaman pemikiran politik, etika kepemimpinan, dan struktur sosial dalam sistem pemerintahan Islam di masa kejayaan Aceh," ujarnya.
Baca: 30 kaligrafer di Aceh salin ulang Mushaf Baiturrahman peninggalan kolonial
Tak hanya manuskrip, lanjut Cek Midi, pameran ini juga menampilkan puluhan mushaf Al Quran kuno yang berasal dari Aceh. Dimana, memperlihatkan corak iluminasi khas yang dominasi warna emas, biru tua, dan merah marun, dengan ragam hias flora simetris nan anggun.
Gaya itu, telah lama dikenal dalam dunia filologi sebagai identitas kuat mushaf-mushaf nusantara dari Aceh, sekaligus menandakan adanya pusat penyalinan Al Quran yang sangat maju di masa lampau.
“Keindahan dan kekayaan intelektual yang terpancar dari mushaf-mushaf ini diakui oleh ilmuwan filologi dunia. Ini adalah bukti bahwa Aceh pernah menjadi mercusuar ilmu dan seni Islam di Asia Tenggara,” katanya.
Selain itu, dalam kunjungannya ke Malaysia dan Thailand, Cek Midi juga merencanakan kerjasama dengan para pengelola museum Islam di kedua negara untuk menjalin sinergi dengan Museum Rumoh Manuskrip Aceh yang dikelolanya di Banda Aceh.
Dalam kesempatan ini, dirinya mengajak Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf-Fadhlullah untuk mendukung inisiatif pelestarian warisan ini melalui pendidikan. Artinya, menjadi pelajaran resmi mulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas.
"Di tengah derasnya arus globalisasi, kemegahan warisan Aceh yang kini dikagumi dunia menjadi penanda bahwa jati diri budaya dan intelektual kita masih hidup, dan sekarang menunggu dibangkitkan kembali oleh generasi penerus (melalui dunia pendidikan)," demikian Cek Midi.
Baca: Museum Aceh kaji manuskrip kuno, wariskan khazanah budaya ke generasi muda
Pewarta: Rahmat FajriEditor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025