Parlementaria DPRK Banda Aceh

Ketua Dewan Perwakilan Kota (DPRK) Banda Aceh, Arif Fadhillah, S.Kom mengatakan ibukota provinsi Aceh yang semakin padat arus lalulintas, butuh banyak fly over (jalan layang). Oleh karena itu, dewan mendukung penuh kebijakan Walikota Banda Aceh, Hj Illiza Sa’aduddin Djamal untuk membangun jalan layang dan jalan bawah tanah (Underpass) di dua titik yang berbeda.

Dengan dibangun jalan layang di Jalan Tgk Chik Ditiro melintasi perempatan jalan Simpang Surabaya - dari Desa Peuniti tembus ke Desa Lueng Bata sepanjang 850 meter lebih sangat membantu mengurangi kemacetan di jalan nasional tersebut.

Begitu juga dengan dibangun jalan bawah tanah yang bisa menghubungkan kembali Jalan T Iskandar Muda Desa Beurawe ke Kuta Alam, sehingga bisa menguraikan kemacetan yang setiap jam menumpuk di Jalan T Hasan Dek hingga memenuhi jembatan antara Simpang Surabaya – Kuta Alam.

“Kita sangat mendukung, apalagi untuk membangun dua jalan yang menelan biaya Rp 240 M tersebut dananya dari APBN. Jadi, tidak mengganggu dana APBK yang menang kecil,” kata anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat ini senang.

Selain dua jalan tersebut, Arief juga meminta walikota Banda Aceh agar memikirkan program yang pernah digagas alm Mawardi Nurdin Walikota Banda Aceh untuk membangun juga jalan layang di kawasan Jambo Tape, Kecamatan Kuta Alam yang juga sudah padat arus lalulintasnya. Kedua perempatan Simpang Surabaya dan Jambo Tape dan sejumlah perempatan jalan lain, termasuk Simpang Tujuh Ulee Kareng perlu segera ada solusi untuk mengurai kemacetan.

Sedangkan di daerah Setui, terutama di kawasan Rumah Sakit Harapan Bunda perlu segera ditata kembali jalur perpakiran yang benar atau dicari tempat parkir alternatife, sehingga tidak menganggu arus lalulintas yang hendak ke pantai barat-selatan.

“Saya lihat, jalan T Umar itu sempit. Jadi, kalau kenderaan pasein rumah sakit di parkir di jalan raya, jalan itu tambah sempit dan mengundang kemacetan. Saya minta pemko menata kembali perpakiran disana, sehingga tidak mengganggu arus lalulintas,”papar Arif panjang lebar.
Pemprov Tak Peduli Kota
Ketika disinggung bagaimana peran Pemda Aceh dalam membangun ibukota Provinsi Aceh ini, Arief Fadhillah mengatakan keherannnya. Berkali-kali Pemko Banda Aceh minta perhatian Pemda Aceh tapi tidak pernah ada kejelasan. Pemko butuh banyak dana,termasuk untuk pembebaskan lahan dan petokoan untuk pembangunan Simpang Tujuh Ulee Kareng sampai sekarang belum terwujud.

“Masak ya, Pemda Aceh yang berkantor di Kota Banda Aceh tak peduli dengan keberadaan kota. Padahal, inikan ibukota provinsi. Kalau Gubernur tidak mau bantu kota, bagaimana wajah Banda Aceh bisa lebih baik dan lalulintas lancar. Malu kan, kalau tamu Pemda Aceh yang datang ke sini” keluhnya.
Dewan Kota, kata Arief, sudah mengirim surat minta bisa audensi dengan Gubernur Aceh. Tapi, surat pertama belum ada jawaban, rencana dewan akan kirim surat kedua minta waktu gubernur mau menerima mereka.

Dewan kota sangat berkepentingan bisa ketemu dengan Gubernur Aceh, karena banyak hal yang ingin disampaikan berkaitan dengan pembangunan Kota Banda Aceh. APBK Banda Aceh sangat kecil, sehingga butuh dana suntikan dari APBA. Selama ini, sejumlah dana pembangunan kota dialokasikan dana dari pusat. Sebaiknya juga ada setiap tahun dari APBA.

“Kami berharap, Pak Gubernur Aceh ke depan peduli dengan keberadaan Kota Banda Aceh, sehingga mau menyisihkan anggaran untuk pembangunan kota – terutama untuk pembangunan jalan,” tutup Arief.(*).

                                 

   


Uploader : Salahuddin Wahid
COPYRIGHT © ANTARA 2025