Jakarta (ANTARA) - Perubahan iklim adalah tantangan yang dihadapi seluruh dunia, dengan dampak yang semakin nyata dan berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di Indonesia, komitmen untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dalam mencapai target ini, setiap sektor industri dituntut untuk berinovasi dan menciptakan solusi yang berkelanjutan. Mining Industry Indonesia (MIND ID) sebagai BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia menunjukkan komitmennya melalui strategi keberlanjutan. Gambar 1 menunjukkan posisi dekarbonisasi (Pilar ke 1 dan topik kode EN3) sebagai salah satu fokus utama dalam menjalankan Program Strategis Environmental, Social dan Governance. Dekarbonisasi menjadi langkah konkret untuk menekan emisi karbon dan membantu mencapai target Net Zero Emission, sejalan dengan komitmen global yang tertuang pada Sustainable Development Goal (SDGs) No.13: Climate Action.

Salah satu pendekatan yang tengah gencar dikembangkan adalah teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), sebuah metode untuk menangkap dan mengelola emisi karbon dioksida (CO) dari berbagai aktivitas industri. Teknologi penangkapan karbon dioksida (CO) melalui budidaya mikroalga sering dibandingkan dengan teknologi penangkapan karbon tradisional, seperti absorpsi kimia dan penyimpanan geologis. Dari segi efisiensi penangkapan CO, budidaya mikroalga mampu menangkap sekitar 50-80% CO, sedangkan absorpsi kimia memiliki efisiensi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 90-95%. Teknologi penyimpanan geologis bahkan dapat menahan lebih dari 90% CO secara jangka panjang. Meskipun begitu, setiap teknologi memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Budidaya mikroalga tidak hanya menangkap CO, tetapi juga mengonversinya menjadi biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar terbarukan, seperti biodiesel, bioetanol, dan biogas. Proses ini memberikan manfaat ganda, yaitu mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus menghasilkan energi yang dapat diperbaharui. Di samping itu, mikroalga memiliki keunggulan dalam penggunaan limbah dan bersifat ramah lingkungan. Di sisi lain, teknologi absorpsi kimia, meskipun sangat efisien dan sudah mapan, memiliki biaya operasional yang tinggi dan menghasilkan limbah. Teknologi penyimpanan geologis, walaupun dapat menyimpan CO dalam jangka panjang, berpotensi menimbulkan risiko lingkungan dan memerlukan pemantauan yang ketat (Cheng dkk., 2021).

Salah satu inovasi pengolahan gas karbon dioksida menggunakan mikroalga Chlorella sp., dikembangkan oleh tim Prof. Widayat dari Center of Biomass and Renewable Energy (C-BIORE), Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Inovasi ini berhasil meraih juara keempat di Bukit Asam Innovation Awards (BAIA) Greenovator Tahun 2022, karena pendekatannya yang unik dalam mengolah CO menjadi biomassa dengan memanfaatkan proses fotosintesis pada mikroalga. Untuk menggali lebih dalam, kami berkesempatan mewawancarai Prof. Widayat pada tanggal 31 Oktober 2024.

Motivasi di Balik Pengembangan Teknologi

Prof. Widayat mengungkapkan motivasi utama di balik pengembangan teknologi berbasis mikroalga ini. Menurut beliau, kebutuhan untuk menurunkan emisi karbon menjadi perhatian utama, terutama di sektor industri yang menghasilkan emisi besar. Indonesia membutuhkan solusi yang praktis dan efisien untuk menangani emisi CO, terutama dari sektor energi dan manufaktur, jelas Prof. Widayat. Ia meyakini bahwa inovasi berbasis bioproses seperti mikroalga tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga dapat menciptakan nilai tambah dengan menghasilkan biomassa yang bermanfaat.

Ketika ditanya tentang tantangan dalam mengikuti kompetisi BAIA 2022, Prof. Widayat menjelaskan bahwa proses seleksi sangat kompetitif dan penuh tantangan. Kompetisi ini tidak hanya menilai aspek teknis, tetapi juga keberlanjutan dan potensi dampak sosial dari inovasi yang diajukan. Tim kami harus bekerja ekstra keras untuk menunjukkan keunggulan teknologi ini di tengah banyaknya inovasi lain yang juga luar biasa, ungkapnya. Ia merasa bangga bahwa inovasinya berhasil meraih juara keempat dari total peserta 44 tim pada kategori CCUS, pencapaian ini menunjukkan bahwa teknologi berbasis mikroalga memiliki potensi yang besar untuk membantu Indonesia mencapai target dekarbonisasi.

Chlorella sp.: Mikroalga dengan Potensi Besar dalam CCUS

Menurut Prof. Widayat, Chlorella sp. merupakan mikroalga yang memiliki kemampuan unik dalam menyerap karbon dioksida. Mikroalga ini bekerja dengan menyerap CO melalui proses fotosintesis, mengubahnya menjadi biomassa yang dapat dimanfaatkan. Proses ini dilakukan dalam bioreaktor, di mana alga diberi suplai CO dari emisi industri untuk menyerap karbon secara efektif.

Prof. Widayat menjelaskan lebih rinci mengenai cara kerja mikroalga dalam menyerap CO. "Mikroalga menyerap karbon dioksida dalam siklus Calvin dan mengubahnya menjadi biomassa. Setiap 1 kg biomassa kering mikroalga dapat menyerap sekitar 1,83 kg CO," katanya. Melalui proses ini, emisi karbon yang biasanya berbahaya bagi lingkungan dapat dikonversi menjadi biomassa yang bernilai guna. Selain itu, karena prosesnya alami, pendekatan ini lebih ramah lingkungan dibandingkan metode lain yang memerlukan bahan kimia dan proses yang rumit.

Potensi Pemanfaatan Biomassa Mikroalga

Selain mengurangi emisi karbon, teknologi ini juga menghasilkan biomassa yang memiliki berbagai manfaat. Menurut Prof. Widayat, biomassa dari mikroalga Chlorella sp. dapat dimanfaatkan di sektor energi, pangan, obat-obatan, hingga pakan ternak. Biomassa ini kaya akan protein dan zat-zat bioaktif lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, tambah beliau. Sebagai contoh, mikroalga dapat diolah menjadi biofuel, yang dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Pemanfaatan biomassa ini sejalan dengan konsep ekonomi sirkular, di mana limbah diolah menjadi sumber daya baru yang bernilai guna. Dengan pendekatan ini, inovasi teknologi berbasis mikroalga tidak hanya mengatasi masalah emisi karbon tetapi juga berkontribusi terhadap ketahanan energi dan ekonomi nasional.

Mengukur Efektivitas dan Tantangan Implementasi

Dalam mengembangkan teknologi ini, Prof. Widayat dan timnya menggunakan beberapa parameter untuk mengukur efektivitas penyerapan karbon dioksida oleh mikroalga. Salah satu indikator utamanya adalah laju pertumbuhan mikroalga, yang mencerminkan seberapa banyak CO yang bisa diserap dalam periode tertentu. Selain itu, mereka juga mengukur kandungan karbon yang tersimpan dalam biomassa, yang membantu mereka menghitung efisiensi proses.

Namun, Prof. Widayat mengakui bahwa teknologi ini memiliki tantangan besar dalam penerapan skala industri. Biaya produksi dan skala implementasi masih menjadi kendala utama. Dibutuhkan investasi yang besar untuk membangun infrastruktur bioreaktor dan biaya operasionalnya juga cukup tinggi, katanya. Selain itu, proses penyerapan CO oleh mikroalga memerlukan sistem kontrol yang baik agar prosesnya optimal.

Prospek Penggunaan Mikroalga sebagai Solusi CCUS di Indonesia

Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan teknologi Bio-Dekarbonisasi berbasis mikroalga, terutama mengingat banyaknya industri yang menghasilkan emisi karbon tinggi. Prof. Widayat optimis bahwa teknologi ini dapat menjadi solusi praktis dan efektif untuk mengurangi emisi karbon di sektor-sektor seperti energi dan manufaktur. Negara kita memiliki sumber daya alam yang melimpah dan iklim yang cocok untuk pertumbuhan mikroalga. Dengan dukungan yang tepat, teknologi ini bisa dikembangkan lebih jauh, ujarnya.

Beliau juga menekankan pentingnya dukungan dari pihak industri dan pemerintah. Untuk mempercepat adopsi teknologi ini, perlu ada regulasi yang mendukung dan insentif bagi industri yang mau menerapkan teknologi ramah lingkungan seperti Bio-Dekarbonisasi ini, tambahnya. Menurutnya, dengan regulasi yang tepat, teknologi ini dapat menjadi langkah awal yang efektif dalam mencapai target Net Zero Emission di Indonesia.

Dekarbonisasi sebagai Bagian dari ESG dan Masa Depan Industri

Teknologi Bio-Dekarbonisasi ini sejalan dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang saat ini menjadi fokus utama di sektor industri. Dengan mengurangi jejak karbon dan menghasilkan nilai tambah melalui pemanfaatan biomassa, teknologi ini mendukung keberlanjutan sekaligus menciptakan dampak positif bagi masyarakat. Upaya dekarbonisasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk akademisi dan pelaku industri, ujar Prof. Widayat.

Melalui penerapan teknologi Bio-Dekarbonisasi ini, Prof. Widayat berharap agar industri di Indonesia semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan. Dengan begitu, Indonesia dapat mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan daya saing industri dalam era yang semakin mengedepankan keberlanjutan.

Tantangan dalam Komersialisasi Teknologi Bio-Dekarbonisasi

Tantangan dalam Komersialisasi Teknologi Bio-Dekarbonisasi Walaupun teknologi ini memiliki prospek besar, Prof. Widayat mengakui bahwa masih ada banyak tantangan dalam proses komersialisasinya. Salah satu tantangan utamanya adalah tingginya biaya investasi dan operasional yang diperlukan. Komersialisasi teknologi ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, mulai dari biaya infrastruktur hingga operasional harian, jelas beliau. Untuk mengatasi hal ini, Prof. Widayat menekankan pentingnya kolaborasi dengan pihak industri dan dukungan regulasi pemerintah. Selain itu, ada tantangan dalam hal penerimaan pasar. "Teknologi ini masih memerlukan edukasi dan pengenalan kepada masyarakat dan pelaku industri. Mereka perlu memahami bahwa teknologi Bio-Dekarbonisasi tidak hanya baik untuk lingkungan tetapi juga dapat membawa keuntungan jangka panjang, jelasnya. Dengan meningkatkan pemahaman ini, beliau berharap teknologi Bio-Dekarbonisasi berbasis mikroalga dapat diterima dan diterapkan secara luas.
________________________________________
Karya tulis ini dibuat dalam rangka lomba MediaMIND 2024 dengan kategori Reportease Mahasiswa yang digagas oleh MIND ID.

Penulis : Heri Cahyono

Perguruan Tinggi : Teknik Kimia - Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Narasumber : Prof. Dr. Ir. Widayat, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng. - Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro


Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire

COPYRIGHT © ANTARA 2025