Blangpidie (ANTARA) - Peternak ayam broiler asal Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Muhammad Hatta menggugat Perusahaan Listrik Negara (PLN) ke Pengadilan Negeri Blangpidie karena 18.000 ayam miliknya mati akibat pemadaman listrik pada akhir September 2025.
"Sebelum menggugat ke pengadilan, klien kami sudah melakukan somasi sebanyak tiga kali terhadap PT PLN di Jakarta menuntut kompensasi, PLN tidak pernah merespon, akhirnya kemarin kita gugat ke Pengadilan Negeri Blangpidie,” kata Kuasa Hukum Muhammad Hatta, Miswar, di Abdya, Kamis.
Sebelumnya, Muhammad Hatta, peternak asal Gampong (desa) Blang Blang Raja, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Abdya itu merugi karena 18.000 ekor ayam miliknya mati akibat pemadaman listrik selama tiga hari. Kerugian ditaksir mencapai Rp800 juta.
Baca juga: 18.000 ayam mati akibat pemadaman listrik, peternak di Aceh Barat Daya rugi Rp800 juta akibat listrik padam
Miswar menyampaikan, pihaknya sudah melakukan somasi pertama pada 6 Oktober 2025, tetapi tidak mendapatkan respon.
Kemudian, lanjut Miswar, somasi kedua dilayangkan pada 13 Oktober 2025, PLN Persero Jakarta tetap tidak merespon. Dan terakhir kliennya melayangkan somasi ke tiga pada tanggal 20 Oktober 2025.
Namun, PT PLN UID Aceh baru membalas jawaban somasi tersebut, dengan pokok jawaban hanya permohonan maaf kepada pelanggan (kliennya) akibat pemadaman listrik.
Miswar mengatakan, pemadaman listrik berturut-turut selama tiga hari sangat berdampak langsung pada kegiatan usaha kliennya yang memang bergantung pada suplai listrik, terutama untuk pengoperasian sistem ventilasi dan penerangan kandang ayam.
Akibat listrik mati berturut-turut tiga hari itu, mengakibatkan lebih kurang 18.000 ekor ayam pedaging di salah satu kandang milik kliennya mati.
“Bahwa pada 29 September 2025, telah terjadi pemadaman listrik selama lebih dari 12 jam selama tiga hari berturut-turut, tanpa adanya pemberitahuan resmi atau jadwal pasti dari pihak PLN," ujarnya.
Padahal, kliennya sudah menyiapkan genset, tapi akibat tidak ada kepastian hidup listrik, akhirnya genset tersebut meledak. Kalaupun membeli genset baru, juga terkendala BBM yang tidak bisa dibeli sebab aktivitas SPBU ikut terganggu.
Baca juga: Layanan perizinan DPMPTSP Aceh terkendala perangkat rusak akibat pemadaman listrik
Menurut Miswar, tindakan PLN yang tidak memberikan pemberitahuan resmi terkait jadwal pemadaman listrik dan tanpa memberikan kompensasi akibat pemadaman listrik tersebut kepada kliennya sebagai pelanggan adalah bentuk kelalaian (negligence).
Hal ini, dinilai telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disyaratkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1229 K/Pdt/2006 serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 2314 K/Pdt/2013.
Sehingga, beralasan secara hukum untuk dimintai pertanggungjawaban secara perdata kepada PLN guna mengganti kerugian atas kelalaiannya tersebut.
Ia menuturkan, sebagai pelaku usaha atau pemegang izin usaha di bidang ketenagalistrikan, seharusnya pihak PLN selaku tergugat tunduk dan patuh terhadap Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan.
"Serta, memberikan kompensasi berupa ganti kerugian kepada pelanggan akibat kesalahan atau kelalaian dalam mengoperasikan ketenagalistrikan di Aceh,” katanya.
Tidak hanya itu, Miswar juga mengungkapkan, PLN selaku tergugat telah melanggar Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, di mana mewajibkan pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian konsumen akibat jasa yang tidak sesuai standar mutu sebagaimana mestinya.
Akibat kelalaian PLN yang tidak melaksanakan kewajiban pemberitahuan secara resmi terkait pemadaman listrik tersebut, serta buruknya pelayanan kelistrikan di Aceh, kliennya telah mengalami kerugian materil sekitar Rp 784 juta.
Selain kerugian materil, kliennya juga mengalami kerugian immateriil berupa terganggunya reputasi usaha, kehilangan kepercayaan mitra, serta penderitaan moril atas kelalaian PLN dalam memberikan pelayanan publik yang seharusnya berkualitas, adapun kerugian immateril tersebut ditaksir sebesar Rp1 miliar.
“Atas dasar itu, kita menggugat PT PLN untuk membayar kerugian materil kepada klien saya secara tunai sebesar Rp784 juta. Kemudian PLN juga harus membayar kerugian immateriil kepada klien saya secara tunai dan sekaligus sebesar Rp1 miliar," demikian Miswar.
Baca juga: DPRA minta kompensasi pemadaman listrik untuk masyarakat
Pewarta: SuprianEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025