Banda Aceh (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menekankan kepada seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Aceh untuk terus mempertahankan adat serta budayanya agar tak tergerus pengaruh eksternal, minimal seperti Provinsi Bali.
"Menurut saya, Aceh pada posisi seperti Bali. Dalam arti bukan seperti Bali adatnya, karena agama beda. Tapi skenario pertahanan adatnya, yaitu tetap dominan warna lokal Aceh, tapi tetap beradaptasi sebagian dengan pengaruh eksternal," kata Tito Karnavian, di Aceh Besar, Rabu.
Pernyataan itu disampaikan Tito Karnavian saat memberikan sambutan usai menerima gelar kehormatan adat "Petua Panglima Hukom Nanggroe" dari Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haythar, di Meuligoe (pendopo) Wali Nanggroe Aceh, di Aceh Besar.
Tito menyampaikan, terdapat empat skenario yang akan terjadi dalam perkembangan adat dan budaya. Pertama, adat dan budaya suatu komunitas akan tetap asli terjaga dan tidak berubah, contoh masyarakat terisolir/mengisolir diri, misalnya Suku Anak Dalam di Jambi dan Suku Badui.
Baca: Wali Nanggroe Aceh beri gelar kehormatan untuk Tito Karnavian
Kemudian, adat dan budaya asli tetap mendominasi, terjadi perubahan minor, contoh masyarakat yang terbuka, namun sistem proteksi adat budaya asli masih kuat, misalnya Bali.
Ketiga, terjadi perubahan yang signifikan, didominasi oleh pengaruh eksternal dan adat budaya asli bertahan, umumnya terjadi di perkotaan. Terakhir, adat dan budaya terkooptasi sepenuhnya oleh budaya eksternal yang lebih dominan.
Aceh, menurut Tito, adat dan budaya Aceh tidak mungkin bergerak seperti skenario pertama. Karena Aceh bukan daerah yang mengisolasi diri seperti suku anak dalam. Melainkan provinsi terbuka.
"Ini provinsi besar yang sangat terbuka, pesawat masuk, internet masuk, jalan darat masuk, jalan laut masuk. Maka otomatis interaksi sosial ini akan membawa budaya dari luar. Belum lagi orang Aceh yang keluar, dan banyak menjadi tokoh," ujarnya.
Pewarta: Rahmat FajriEditor : M.Haris Setiady Agus
COPYRIGHT © ANTARA 2025