Aceh Timur (ANTARA) - Di daerah pelosok Aceh Timur tepatnya di Desa Alue Ie Mirah, Kecamatan Indra Makmur, hidup seorang perempuan sederhana yang mengabdikan diri demi anak-anak kurang mampu agar dapat pendidikan sejak usia dini. Bagi Meryanti, menjadi guru bukan soal gaji atau sekedar profesi, melainkan tentang panggilan hati untuk setia berdiri di depan anak-anak didiknya dalam kondisi apapun. 

Merintis pendidikan usia dini di daerah pelosok bukan hal yang mudah apalagi di tengah kondisi Aceh yang masih berkonflik pada 2004. Meski begitu, warga Desa Alue Ie Mirah sudah berinisiatif membuka sanggar belajar dengan biaya swadaya. Ibu Meryanti yang kala itu berusia 23 tahun menyanggupi permintaan warga kampung itu untuk mengajar di sana. Padahal, saat itu ia sudah memiliki pekerjaan di kota sebagai guru di TK Bungong Jumpa. 

Meryanti meninggalkan pekerjaan di kota untuk mengajar di sanggar yang memanfaatkan bangunan Meunasah atau surau di depan rumahnya. Meskipun di tengah keterbatasan itu, lahirlah tekad besar dalam dirinya untuk mendirikan sekolah agar anak-anak di daerah terpencil itu bisa merasakan pendidikan usia dini yang layak. Apalagi ia melihat animo masyarakat cukup tinggi, karena kelasnya selalu penuh dengan 20 anak di setiap jam pelajaran.


Baca juga: Lentera Ilmu di Rumah Pemberdayaan Ibu dan Anak Aceh Timur
 

Dengan jerih payah dan keyakinan yang kuat, berdirilah sebuah taman kanak-kanak (TK) pertama di wilayah pedalaman itu pada tahun 2005. Sekolah kecil tersebut diberi nama TK Tuna Seulanga, dibangun Meryanti dengan biaya dari menjual perhiasan mahar nikahnya dan ada juga bantuan dana dari desa.

TK itu awalnya juga sangat sederhana, hanya ada satu kelas dengan dinding kayu dan tidak ada toilet yang memadai, sehingga setiap hari suami Meryanti harus mengangkut air dari meunasah ke sekolah itu. Ia juga tidak membebani warga untuk membayar uang pembangunan sekolah, membayar uang SPP secara sukarela, dan pembayaran baju seragam bisa dicicil Rp2.000 per hari sampai lunas. 

Hari demi hari, tahun demi tahun, TK itu terus berkembang hingga akhirnya pada tahun 2016 mendapat pengakuan resmi dan berubah status jadi TK negeri oleh pemerintah kabupaten setempat. Sekolah itu kemudian beruah nama menjadi TK Pembina Negeri Indra Makmur. 

"Setelah TK itu berubah menjadi negeri, saya tidak bisa lagi menjadi kepala sekolah di TK tersebut karena saya hanya tenaga bakti (bukan ASN), hingga akhirnya TK itu beralih pengurus kepada orang lain dan saya menjadi guru biasa di TK itu," kata Meryanti. 

Bagi Meryanti, tak ada kebahagiaan yang lebih besar selain melihat anak-anak kecil di pedalaman itu tumbuh percaya diri, tersenyum, dan bisa mengenal huruf, angka, serta doa-doa sederhana. Ini yang membuat Meryanti membuka PAUD di rumahnya sendiri pada 2017 untuk anak-anak kurang mampu dengan modal tiga cincin emas milik anaknya. 

Meryanti, perintis pendidikan usia dini di Desa Alue Ie Mirah, Kabupaten Aceh Timur. (ANTARA/Hayaturrahmah)

PAUD tersebut diberi nama Nuratul Husna, yang merupakan nama dari anaknya yang keempat. Ia menciptakan suasana belajar yang penuh kasih, di mana anak-anak itu agar bisa bermain sambil belajar di PAUD tersebut.

Hari-hari Meryanti dipenuhi perjuangan. Kadang harus rela mengajar tanpa fasilitas memadai, kadang juga mengorbankan kebutuhan pribadi demi kebutuhan murid-muridnya. Namun, semangat itu tak pernah padam karena ia percaya setiap huruf yang ditulis anak-anaknya adalah bekal untuk masa depan yang lebih baik.

Perjuangan panjang dan tanpa pamrih itu akhirnya mengetuk banyak hati. Hingga datanglah kabar menggembirakan dari Bupati Aceh Timur yang menghadiahi Meryanti tiket umrah pada tahun 2019.

"Saya ditelfon dari Kantor Bupati katanya saya mendapatkan tiket umrah, awalnya saya tidak percaya karena saya sudah ada pengalaman ditipu yang menyatakan bahwa saya lulus PNS yang dimintai uang Rp5 juta untuk pengambilan SK," katanya.

Namun, untuk menyakinkan dirinya bertanya kepada Dinas Pendidikan, dan mereka membenarkan. Akhirnya air mata haru pun jatuh, karena ia merasa Allah telah membalas segala pengorbanan dengan cara paling indah. Dari rumah kecilnya lahir cahaya ilmu, dan dari pengabdian tulusnya lahir keberkahan yang mengantarkannya ke Tanah Suci.


Baca juga: Menjaga Asa Melalui Sekolah Sepak Bola di Pedalaman Aceh
 

Kompetensi Guru PAUD

 

Setelah itu, dia juga semakin bangga karena di daerahnya itu juga ada perusahaan minyak dan gas Medco E&P Malaka yang mendukung dunia Pendidikan, seperti baru-baru ini membantu program peningkatan kompetensi guru PAUD. Kegiatan tersebut merupakan bentuk sinergi antara PT Medco E&P Malaka dan Pemerintah Daerah Aceh Timur dalam mendukung peningkatan kapasitas guru PAUD di empat kecamatan di sekitar wilayah operasi perusahaan.

"Kami sangat butuh pelatihan seperti yang diadakan kemarin, kalau bisa jangan hanya satu guru yang diminta tapi bisa semua guru, karena narasumber yang didatangkan perusahaan sangat keren, dan ini bisa meningkatkan pengetahun dan kapasitas guru dalam mendidik anak," kata Meryanti.

Ketua Bunda PAUD Aceh Timur Lismawani Iskandar Alfarlaky mengapresiasi konsistensi Medco E&P Malaka dalam mendukung pemberdayaan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan anak usia dini. 

“Saya berharap kegiatan ini benar-benar dioptimalkan untuk meningkatkan kompetensi guru PAUD, sehingga berdampak pada kualitas pendidikan anak-anak kita. Ke depan, program positif seperti ini dapat diperluas hingga ke seluruh kecamatan di Aceh Timur,” katanya.

Ia menambahkan, pendidikan usia dini merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter dan potensi generasi muda yang berkualitas. Karena itu, program kolaborasi berkelanjutan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha sangat dibutuhkan untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia.


Baca juga: Kisah Para Siswa Ukir Prestasi di Tengah Kendala Ekonomi



Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025