"Satwa-satwa tersebut adalah serahan masyarakat dalam kondisi sakit berat, tidak sanggup mereka rawat mereka serahkan ke kita," kata Koordinator Perawatan Satwa BKSDA Aceh, Taing Lubis, di Aceh Besar, Kamis.
Lima satwa dilindungi tersebut yakni Owa Siamang (Symphalangus syndactiylus) tiga ekor, Owa Lar (Hylobates lar) satu ekor dan satu ekor Kukang (Nycticebus coucang).
Taing menjelaskan meski satwa saat diserahkan masyarakat ke BKSDA Aceh dalam kondisi sakit dan tidak terurus, namun saat dilepasliarkan satwa-satwa tersebut dipastikan sudah dalam kondisi sehat dan liar, sehingga dinilai dapat bertahan di hutan.
Sebelum dilepasliarkan, pihaknya lebih dulu melakukan rehabilitasi satwa-satwa tersebut di kandang sementara melalui perawatan dan kontrol pengobatan secara kontinu hingga kondisi kesehatan satwa liar itu benar-benar sangat.
Ia menyebutkan BKSD Aceh, pertama menerima seekor Owa Siamang dari warga Aceh Timur pada 9 Agustus 2020, kemudian menerima lagi dua ekor Owa Siamang yang juga dari Aceh Timur pada tanggal 5 dan 24 Mei 2021. Sementara Owa Lar diterimanya pada 21 Januari 2021.
Kata Taing, Owa Siamang dan Owa Lar merupakan jenis monyet tidak berekor. Populasi Owa lar hanya terdapat di Aceh, yakni sekitar kawasan hutan Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya dan Pidie.
“Sementara Kukang adalah jenis primata dengan nama lokalnya Bu Angen, karena walaupun kelihatan lambat tetapi cepat menghilang di rerimbunan dedaunan,” katanya.
Ketiga jenis satwa liar tersebut merupakan jenis satwa liar dilindungi, sehingga menjadi tugas bersama untuk menyelamatkannya. Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk tidak memelihara setiap satwa liar yang dilindungi, karena akan terancam hukuman pidana.
“Melalui pelepasan ke alam ini, maka dapat menjaga fungsi reproduksi untuk menghindari dari kepunahan di alam,” katanya lagi.
Pewarta: Khalis SurryEditor : M Ifdhal
COPYRIGHT © ANTARA 2025