Jakarta (ANTARA) - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia selalu menantikan tradisi tahunan yang sudah menjadi bagian dalam budaya, yakni mudik. Jutaan orang berbondong-bondong meninggalkan kota-kota besar untuk kembali ke kampung halaman, menciptakan fenomena yang menarik perhatian setiap tahunnya.
Tradisi mudik sendiri bukanlah sesuatu yang baru. Sejarahnya dapat ditelusuri sejak masa kerajaan di Nusantara. Kata "mudik" berasal dari makna perjalanan kembali ke kampung asal.
Meskipun perkembangan teknologi dan infrastruktur semakin pesat, tradisi ini tetap bertahan, karena memiliki nilai budaya serta memperkuat ikatan kebersamaan. Di Indonesia, dan diketahui istilah mudik mulai populer sejak era 1970-an dan terus berkembang hingga kini.
Namun, bagaimana sebenarnya sejarah dan asal-usul tradisi ini, serta apa tujuannya yang membuatnya tetap lestari sebagai fenomena budaya Indonesia setiap tahunnya? Simak ulasan lengkapnya berikut ini, yang telah dilansir dari berbagai sumber.
Baca juga: Puncak arus mudik di Terminal Pulo Gebang diprediksi 28 - 30 Maret
Sejarah dan asal-usul mudik
Tradisi mudik memiliki sejarah panjang dan telah berlangsung sejak masa kerajaan di Indonesia. Secara etimologi, kata "mudik" berasal dari bahasa Jawa, yakni kependekan dari "mulih dilik," yang berarti kembali ke kampung halaman untuk sementara waktu.
Sementara dalam bahasa Melayu, istilah "udik" merujuk pada daerah hulu atau bagian atas sungai. Dahulu, masyarakat Melayu yang tinggal di daerah hulu sering bepergian ke hilir menggunakan perahu atau biduk untuk bertemu dengan keluarga yang tinggal jauh.
Tradisi ini telah ada bahkan sebelum kejayaan kerajaan Majapahit dan Mataram Islam. Berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan RI, istilah mudik mulai populer pada tahun 1970-an, seiring dengan perkembangan Jakarta sebagai satu-satunya kota metropolitan di Indonesia saat itu.
Banyak penduduk dari berbagai daerah merantau ke ibu kota untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Para perantau ini bekerja di berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, perusahaan swasta, industri manufaktur, hingga menjalankan usaha sendiri. Ketika tiba waktunya libur panjang, mereka kembali ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga. Tradisi ini kemudian dikenal dengan istilah mudik.
Mudik menjadi momen yang dinantikan para perantau sebagai kesempatan untuk melepas rindu dengan orang tua, sanak saudara, dan kerabat di kampung. Tak hanya identik dengan perayaan Idul Fitri bagi umat Muslim, tetapi juga telah menjadi kebiasaan tahunan yang melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara umum.
Baca juga: Pemudik ungkap pilih gunakan Whoosh karena lebih cepat sampai
Tujuan mudik
Mudik merupakan perjalanan kembali ke kampung halaman yang dilakukan oleh para perantau. Berdasarkan informasi dari situs Indonesia Baik yang dikelola oleh Kominfo, terdapat beberapa alasan utama mengapa masyarakat Indonesia melakukan mudik, di antaranya:
• Mempererat hubungan dengan keluarga, saudara, serta tetangga di kampung.
• Berbagi hasil kerja di perantauan dengan keluarga yang ditinggalkan sebagai bentuk kepedulian.
• Mengenang dan menjaga ikatan dengan tempat asal bagi mereka yang telah lama merantau.
• Memanfaatkan libur panjang untuk melepas penat serta berwisata guna menyegarkan pikiran.
Fenomena mudik tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Muslim saat Idul Fitri, tetapi juga telah menjadi tradisi tahunan yang melekat bagi banyak perantau di Indonesia.
Meskipun tantangan perjalanan seperti kemacetan dan kepadatan transportasi selalu menjadi bagian dari mudik, semangat untuk bertemu keluarga tetap menjadi alasan utama yang membuat tradisi ini tetap lestari.
Baca juga: Menteri PU pastikan jalan menuju Pelabuhan layak untuk pemudik
Baca juga: HKA pastikan pelayanan optimal hadapi arus mudik Lebaran
Pewarta : Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2025