Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menyebutkan dua perkara korupsi bimbingan teknis (bimtek) puluhan kepala desa di Peusangan Raya sudah inkrah atau perkara sudah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.

"Terhadap putusan pengadilan dua perkara tindak pidana korupsi bimtek kepala desa sudah dinyatakan inkrah," kata Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi yang dihubungi dari Banda Aceh, Kamis.

Ia menyebutkan perkara tersebut inkrah setelah para pihak, baik jaksa penuntut umum maupun terdakwa, menerima putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh.

"Terkait eksekusi, jaksa penuntut umum segera melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Eksekusi dilakukan terhadap dua terpidana ke lembaga pemasyarakatan guna menjalani hukuman," kata Munawal Hadi.

Dua perkara tindak pidana korupsi bimtek kepala desa tersebut dengan dua terpidana. Terpidana yakni Teguh Mandiri Putra selaku Camat Peusangan, Kabupaten Bireuen dan Subarni selaku Ketua Badan Kerja Sama Antardesa (BKAD) Peusangan Raya pada 2018-2024.

Terpidana Teguh Mandiri Putra divonis bersalah dengan hukuman dua tahun 10 bulan penjara. Sedangkan Subarni dihukum dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara.

Selain pidana penjara, terpidana Teguh Mandiri Putra dihukum membayar denda Rp100 juta dengan ketentuan jika tidak membayar dipidana selama satu bulan kurungan.

Sedangkan Subarni juga dihukum membayar denda Rp50 juta dengan subsidair atau hukuman pengganti jika tidak membayar dengan pidana satu bulan kurungan.

Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan Ayat (3) Uu Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, JPU Siara Dedy mendakwa keduanya melaksanakan bimtek dan studi banding diikuti 63 kepala desa dan pendampingan desa ke Desa Ketapanrame dan Desa Wonorejo di Provinsi Jawa Timur serta Desa Panglipuran di Provinsi Bali, pada akhir Mei 2024.

Studi banding dan bimbingan teknis tersebut hanya berdasarkan musyawarah desa. Anggaran bimtek dan studi banding bersumber dari dana desa dengan nilai mencapai Rp1,1 miliar lebih. Setiap desa dibebankan membayar sebesar Rp17,8 juta.

Kegiatan tersebut dilakukan tanpa surat perintah tugas yang ditandatangani Bupati Bireuen. Surat perintah tugas hanya ditandatangani terdakwa selalu camat. Berdasarkan aturan, bimtek dan studi banding keluar daerah harus ditandatangani bupati.

Selain itu, bimtek dan studi banding tersebut tanpa ada rencana kegiatan serta rancangan anggaran biaya. Pelaksanaan kegiatan melibatkan pihak ketiga tanpa melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa.

JPU menyatakan bimtek dan studi banding yang dilaksanakan para terdakwa melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 96 Tahun 2017 tentang tata cara kerja sama desa di bidang pemerintahan desa. 

Kemudian, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang rincian prioritas penggunaan dana desa. 

Serta Peraturan Bupati Bireuen Nomor 55 Tahun 2023 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja gampong tahun anggaran 2024. Dan Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 6 Tahun 2018 tentang pemerintahan gampong.

"Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, kerugian negara yang ditimbulkannya pada bimtek dan studi banding tersebut mencapai Rp383,29 juta," kata Siara Nedy.


Baca juga: Kejari Pidie eksekusi lima terpidana korupsi ke lapas



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025