Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menyelesaikan penuntutan sebanyak 12 perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice sepanjang Januari hingga Oktober 2025.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi yang dihubungi dari Banda Aceh, Selasa, penyelesaian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif setelah para pihak, baik korban maupun tersangka berdamai dan tidak lagi saling menuntut.
"Sepanjang tahun ini atau sejak Januari hingga Oktober 2025, ada sebanyak 12 perkara diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif. Perhentian penuntut belasan perkara tersebut setelah mendapat persetujuan Kejaksaan Agung," katanya.
Baca juga: Kejari Bireuen: MA batalkan vonis bebas terdakwa narkoba
Sebelumnya, kata dia, Kejari Bireuen mendamaikan 15 perkara berdasarkan keadilan restoratif. Namun, tiga perkara gagal diselesaikan berdasarkan keadilan karena kendala teknis.
Dengan demikian, hanya 12 perkara yang diajukan dan disetujui penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum atau Jampidum, kata Munawal Hadi.
Munawal Hadi mengatakan sebagian besar perkara yang penuntutannya dihentikan tersebut merupakan kasus penganiayaan yang masuk kategori tindak pidana ringan.
Dengan dihentikannya penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, kata dia, maka penyelesaian perkara tidak lagi dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan, tetapi, diselesaikan melalui perdamaian para pihak.
"Penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif ini merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung, di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan," katanya.
Jika dibandingkan dengan penyelesaian dan penghentian perkara berdasarkan tahun-tahun sebelumnya, kata dia, terjadi penurunan. Pada 2023 ada sebanyak 30 perkara dan pada 2024 sebanyak 20 perkara yang dihentikan berdasarkan keadilan restoratif dengan persetujuan Jampidum.
"Ada penurunan jumlah perkara yang diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif. Sebab, berkas perkara yang memenuhi syarat untuk diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif yang masuk ke kejaksaan terus berkurang. Selain itu, program serupa juga ada ke kepolisian," katanya.
Munawal menyebutkan ada syarat penghentian penuntutan perkara yang harus dipenuhi, yakni pelaku dan korban sudah berdamai. Pelaku membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya dam korban tidak akan menuntut.
Pelaku baru pertama melakukan tindak pidana atau bukan residivis atau orang yang pernah dipidana. Serta perdamaian para pihak juga harus disaksikan para tokoh masyarakat dan keluarga korban.
"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen damaikan kasus penganiayaan berdasarkan RJ
Pewarta: M.Haris Setiady AgusEditor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025