Banda Aceh (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Aceh mengajak masyarakat di provinsi ujung barat Indonesia tersebut mendaftar kekayaan intelektual agar terlindungi secara hukum.

Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kemenkum Aceh Purwandani H Pinilihan di Banda Aceh, Rabu, mengatakan kesadaran masyarakat terhadap perlindungan kekayaan intelektual masih relatif rendah.

"Kami mengajak masyarakat pentingnya memahami dan melindungi karya melalui pendaftaran kekayaan intelektual. Pendaftaran tersebut untuk melindungi kekayaan intelektual secara hukum," katanya.

Baca juga: Kemenkum Aceh dorong peran PBH bentuk posbankumdes

Purwandani H Pinilihan mengatakan banyak kekayaan intelektual seperti karya seni, hingga inovasi komunitas yang berpotensi didaftarkan sebagai merek, hak cipta, hingga indikasi geografis.

Kekayaan intelektual tersebut bisa saja ditiru dan diklaim sebagai karya pihak lain. Jika ini terjadi, maka yang dirugikan adalah pihak yang menghasilkan karya, kata Purwandani H Pinilihan.

"Kami ingin masyarakat melihat pendaftaran kekayaan intelektual  bukan hanya sebatas urusan administrasi, melainkan juga instrumen untuk menjaga hak dan nilai ekonomi dari karya masyarakat," katanya.

Saat ini, kata dia, Kemenkum Aceh berinisiatif mendorong program pendaftaran kolektif kekayaan intelektual seperti merek. Program ini menyasar kelompok masyarakat maupun koperasi yang memiliki produk unggulan.

Seperti koperasi desa merah putih, kata dia, sebagai entitas yang sedang didorong memiliki merek kolektif agar memiliki perlindungan hukum yang lebih kuat. 

Merek kolektif memungkinkan kelompok usaha kecil atau komunitas desa memasarkan produk dengan identitas yang sama tanpa kehilangan kepemilikan bersama.

"Dengan merek kolektif, produk masyarakat bisa lebih dikenal, terstandar, dan memiliki daya saing. Ini juga melindungi mereka dari praktik penjiplakan atau pengakuan sepihak," kata Purwandani H Pinilihan.

Purwandani H Pinilihan menyebutkan Kemenkum Aceh memiliki program tim edukasi kekayaan intelektual untuk masyarakat Aceh atau disingkat Teuku Umar.

Program ini lahir sebagai strategi Kemenkum Aceh untuk mengedukasi publik terkait kekayaan intelektual. Tim ini rutin menyambangi komunitas, kampus, hingga desa-desa dengan format penyuluhan, diskusi, maupun pendampingan teknis.

"Model edukasi seperti ini penting agar isu kekayaan intelektual tidak berhenti di ruang akademik, melainkan benar-benar menyentuh masyarakat yang sehari-hari memproduksi karya dan produk lokal," katanya.

Perlindungan kekayaan intelektual tidak hanya menyangkut aspek hukum, tetapi juga ekonomi dan kebudayaan. Banyak warisan budaya dan ekspresi tradisional Aceh, seperti motif, tarian, maupun kuliner, yang rentan diklaim pihak luar jika tidak didaftarkan secara resmi.

"Kekayaan budaya Aceh harus kita jaga. Jangan sampai masyarakat hanya jadi penonton ketika karya mereka dikomersialisasi orang lain," kata Purwandani H Pinilihan.

Baca juga: Aceh dorong pembentukan posbankum desa, target satu gampong satu pos



Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025