Banda Aceh (ANTARA) - Keterbatasan mobilitas kerap menjadi tantangan bagi penyandang disabilitas, khususnya penderita cacat fisik atau tuna daksa. Kendaraan listrik hadir menjadi solusi agar mereka lebih mandiri, sehingga tidak membebani orang lain.

Erlina Marlinda (46), pengurus Children and Youth Disabilities for Changes (CYDC) Aceh menemukan solusi mengubah caranya beraktivitas sehari-hari, memilih alat transportasi yang sepenuhnya bergantung pada energi, yaitu skuter elektrik.

Skuter listriknya bukan hanya sebagai alat transportasi, melainkan penopang penting dalam perjuangannya mendorong pemenuhan hak-hak disabilitas di tanah rencong (julukan Aceh selain serambi mekkah).

Saat ditemui di kediamannya, di Kota Banda Aceh, Kamis (4/12/2025), penyandang tuna daksa ini bercerita, sebelum memiliki skuter elektrik, mobilitasnya sangat bergantung pada tukang becak. 

Baca juga: Gubernur Aceh: Bupati cengeng tangani bencana banjir lebih baik mundur

Setiap perjalanan, mengharuskannya berpindah dari kursi roda ke becak dengan bantuan orang lain. Lalu disisi lain, biaya untuk transportasi itu bisa merogoh koceknya hingga Rp2 juta per bulan, mengingat tingginya intensitas Erlina sebagai pejuang hak difabel.

"Kalau saya menggunakan becak waktu itu, bisa menghabiskan biaya dalam sebulan sekitar Rp1,5 sampai Rp2 juta hanya untuk transportasi saja. Apalagi dalam berorganisasi, aktivitas saya cukup tinggi sebenarnya," kata Erlina kepada ANTARA.

Karena itu, perempuan kelahiran 1979 ini akhirnya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membelikan skuter listrik, dan baru terealisasi pada awal 2020, dibeli seharga Rp16 juta lewat pemesan online.

"Untuk berkegiatan, sejak 2020 saya sudah menggunakan skuter listrik ini yang memang diperuntukkan khusus bagi pengguna kursi roda dan lansia," ujarnya.

Dirinya mengaku kehadiran skuter listrik telah memberikan manfaat besar bagi dirinya hingga keluarga karena telah berhasil menekan pengeluaran untuk transportasi sehari-hari.

"Selama saya menggunakan skuter elektrik ini, saya hanya mengeluarkan itu paling banyak sekali, Rp300 ribu per bulan, itu pun hanya untuk perjalanan jauh saja yang tidak mungkin memakai skuter," tuturnya 

Ia menyampaikan, pengecasan batre skuternya itu biasa dilakukan 4–5 jam saat kondisi habis total. Jika sudah terisi penuh, maka penggunaannya bisa menjangkau sekitar 10-20 kilometer, dan tergantung kondisi medannya.

Erlina menuturkan, penggunaan skuter listrik ini juga sangat membantu perekonomiannya. Dicontohkan, semisal mengikuti satu kegiatan yang mendapatkan uang pengganti transport, maka bisa dibawa pulang utuh.

"Misalnya, ketika saya ikut kegiatan disupport Rp100 ribu pengganti transportasi. Kalau saya naik becak, Rp100 ribu itu benar-benar habis, Kalaupun tersisa hanya Rp10 atau Rp20 ribu di kantong saya," katanya.

"Tapi, ketika saya menggunakan skuter elektrik, saya dikasih Rp100 ribu, itu bisa saya bawa pulang semua. Bahkan bisa membawa pulang makanan, dan tersisa untuk saya makan sendiri atau berbagi. Nah, seperti itulah perbandingan. Jadi kan cukup jauh," tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Erlina juga memiliki harapan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) khususnya di wilayah Aceh, yaitu penyediaan fasilitas charging d tempat-tempat umum dalam perkotaan.



Pewarta: Rahmat Fajri
Editor : Febrianto Budi Anggoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025